Rss

Selasa, 31 Desember 2013

CERPEN : KISAH PERSAHABATAN RENA DAN NABILAH

                                           PERSAHABATAN RENA DAN NABILAH

 

Hujan menyamarkan setiap tetes air
mata Nabilah, Guntur seakan berbaur
menemani tiap isakan tangis
Nabilah, petir bahkan tak menjadi
masalah lagi bagi Nabilah. ia terus
berjalan menembus lebatnya hujan
saat itu. Setiap mata melihat kearah
Nabilah, tak ada setitik dari seragam
sekolahnya yang kering, semuanya
basah karena hujan. Bebarapa orang
merasa begitu iba melihat Nabilah
yang berjalan ditengah hujan dengan
isakan tangis, semua orang bisa
mengetahui bahwa Nabilah sedang
benar-benar sedih. Kemudian saat
Nabilah berada di salah satu
kuburan ,Hujan mulai berhenti
menyisakan beberapa tetes air.
Nabilah kembali mengingat kejadian
dimana sahabatnya benar-benar
pergi untuk selama-lamanya tanpa
mengucapkan sepatah kata
untuknya.
Sebulan yang lalu saat terik
panas benar-benar menyengat kulit,
Nabilah dan sahabatnya yang
bernama Rena yang sudah ia kenal
sejak kecil tengah berjalan dipinggir
jalan dekat sekolah, mereka baru
saja pulang sekolah. Saat itu Nabilah
melakukan aksi diam seribu bahasa
kepada sahabatnya itu
“ngambek jangan lama-lama dong ,
aku harus minta maaf berapa juta
kali sih biar kamu ga marah lagi..?
Aku akan terus mengikutimu sampai
kamu maafin aku! ” Keluh Rena
merasa bersalah karena tanpa
sengaja menjatuhkan Handphone
Nabilah hingga rusak.
“hey. Denger dong!” pinta Rena
sambil menepuk pundak Nabilah
“jangan sentuh aku ! ”
bentak Nabilah sambil mendorong
pelan sahabatnya itu kemudian
berjalan lebih cepat saat
menyeberang agar sahabatnya itu
tertinggal jauh dibelakangnya, tepat
saat Nabilah tiba ditrotoar, lampu
hijau pun menyala, tanpa disadari
Rena yang tengah berlari mengejar
dirinya.
*PIIIIIIPPPP*
suara klakson begitu nyaring
ditengah keramaian lalu lintas
berbarengan dengan suara teriakan
Rena dan seketika suasana jalanan
menjadi sangat riuh, semua orang
berlarian menuju ketengah jalan
kearah sumber teriakan tadi. Nabilah
ingin teriak, menangis sekeras-
kerasnya tapi semua itu tertahan di
tenggorokan, nafasnya memburu ,
dadanya begitu sesak dan tubuhnya
terjatuh lemas memandang
kerumunan orang tak percaya,
beberapa menit kemudian pandangan
Nabilah kabur entah karena air mata
atau kerena kepalanya begitu pusing
melihat kejadian yang baru saja
terjadi didepan matanya.
Saat bangun Nabilah sudah
berada dirumah sakit, menemukan
sosok kedua orang tuanya dan orang
tua Rena .
“bagaimana keadaan Re...”
belum sempat Nabilah
menyelesaikan pertanyaan tiba-tiba
saja Mama Rena menangis memeluk
suaminya, ibu Nabilah memandang
anaknya dengan tatapan sedih,
sedangkan Papa Nabilah langsung
memeluk diri Nabilah sambil
mengelus kepalanya. Tentu saja
Nabilah langsung mengetahui apa
yang baru saja terjadi.
“ga mungkin ! Bilang pah, ! apa
yang Nabilah pikirkan itu salah.
Ayooo bilang pah !!”
jerit Nabilah berderai air mata, ia
melepaskan pelukan Papanya
kemudian menangis histeris ,
melepas selang infuse ditangannya
lalu berlari melewati pintu
kamarnya.
“Nabilah !!” panggil Papanya
langsung memeluk anaknya itu,
membiarkan Nabilah meronta dalam
pelukannya, membiarkan Nabilah
menangis memukul-mukul dadanya.
“Papa lepaskan. Aku ingin melihat
Rena. Ia pasti ada disalah satu
kamar ini !!”
tangis Nabilah semakin menjadi-
jadi, dadanya kembali sesak,
kepalanya terasa begitu berat, ia
begitu lemas bahkan butuh
perjuangan untuk tetap
mempertahankan tubuhnya berdiri.
“sabar sayang…” ucap Papa Nabilah
sambil mengelus punggung anaknya.
“Rena berjanji akan terus ada
disamping aku sampai aku maafin
Rena. Aku belum maafin Rena
sampai aku melihatnya. Jadi Rena
tidak mungkin pergi !!” ungkap
Nabilah masih terus menangis.
Melihat tingkah Nabilah, membuat
orang tua Rena kembali bersedih
teramat sedih mendapatkan sosok
sahabat Rena sedang menangis
histeris mencari sosok anaknya
yang sudah berada jauh dari mereka
semua.
“ini semua karena aku pah. tante om
maafin Nabilah, tante om boleh
marah pada Nabilah. Harusnya
Nabilah yang ada di posisi itu, om
tante !” Nabilah manyalahkan
dirinya, ia benar-benar membenci
dirinya.
“bukan nak. Om dan tante tidak
akan menyalahkanmu. Semua ini
karena takdir” ucap orang tua Rena
sambil mengelus kepala Nabilah
kemudian membawanya kembali
kekamar.
…..
Nabilah kembali melihat
nisan didepannya, setiap kali
mengingat kejadian itu dirinya
merasa seperti separuh dari
hidupnya telah pergi.
“happy birthday to you, happy
birthday to you, happy birthday
happy birthday, happy birthday
Rena” Nabilah menyanyi dikuburan
sahabatnya, memeluk nisan yang
mengukir nama Rena.
“Lihat ni aku bawain kue kesukaan
kamu Ren” ucap Nabilah sambil
menangis, entah sudah berapa jam
Nabilah berada di pusara
sahabatnya. Orangtua Nabilah tiba-
tiba muncul dari belakang.
“ayo kita pulang sayang..” ajak
mamanya sambil menahan tangis,
betapa sedih mamanya melihat
sosok anaknya yang kini menjadi
rapuh, terkadang mendapati anaknya
menjerit, menangis, melamun, jatuh
sakit, dan tidak nafsu makan.
“Nabilah tidak mau pulang. Nabilah
lagi ngerayaain ulangtahun Rena
ma”, tunjuk Nabilah kearah batu
nisan yang terukir nama Rena.
“ia sudah tidak ada sayang. sampai
kapan kamu akan begini.. Pulang
yah” bujuk mamanya lagi berusaha
tegar
“tidak ! Nabilah akan terus disini,
nemenin dia. Ia pasti sedih
ngerayain ulang tahun sendiri” jelas
Nabilah .
Tanpa menunggu. Papa Nabilah lalu
tiba-tiba menggendong anaknya
menuju mobil, Nabilah terus
meronta_ronta
“lepass !” jerit Nabilah sambil
memukul Papanya, tapi permintaan
Nabilah tidak ditanggapi Papanya,
ia malah dimasukan ke mobil
kemudian mobil itu melaju kencang
meninggalkan pusara sahabatnya.
“kalian jahat !” jerit Nabilah marah
sambil memandang keluar.
“sampai kapan kamu akan terus
begini nak?” tanya Mama Nabilah ,
tapi pertanyaan itu tidak dijawab
oleh anaknya.
Sesampainya dirumah
Nabilah langsung masuk kamar,
kemudian terdengar suara dari
kamar Nabilah, suara barang-barang
yang di lempar ke arah dinding.
“kenapa bukan aku yang ada dalam
kuburan itu? Kenapa kamu pergi
tinggalin aku Ren? Kalau kamu
bosan denger cerita aku, bosan
ngeliat aku, kalau kamu tidak suka
aku contekin bilang dong , tidak usah
begini caranya. Tidak usah siksa
aku begini. Kalau masalah
Handphone aku belum mau maafin
kamu sampai kamu hadir dihadapan
ku, makanya kamu kembali dong !”
teriak Nabilah sambil menangis .
“Nabilah, buka sayang !” pinta
Papanya sambil terus menggedor
pintu kamar Nabilah.
Karena tidak mendapat jawaban
akhirnya Papa Nabilah mendobrak
pintu kamar Nabilah lalu kemudian
menyuruh istrinya mengambil
suntik. Papa Nabilah memegangi
tubuh Nabilah dan kemudian
mamanya menyuntikan obat
penenang yang membuat Nabilah
merasa lelah dan mengantuk,
setelah itu Nabilah pun tertidur.
Dalam sebulan Nabilah sudah
disuntik obat penenang sebanyak 5
kali, ia pun tidak pernah masuk
sekolah sejak kepergian Rena.
Orangtua Rena pun telah kembali ke
Jepang berusaha melupakan
bayangan anaknya.
Mama nabilah menangis
memandangi anaknya yang kini
sedang tertidur, ia mengerti
kedekatan Nabilah dan sahabatnya,
mereka sudah bersama sejak umur 5
tahun tentu saja bukan hal mudah
untuk menerima kalau sosok
sahabatnya kini berada dialam yang
berbeda. Sepanjang malam
MamaNabilah terus berada
disamping anaknya sambil
memegangi tangan anaknya, Mama
nabilah berusaha mengingat sosok
anaknya yang dulu, yang ceria,
semangat kesekolah, selalu menjadi
penyemangat untuk dirinya dan
suaminya , terkadang bisa menjadi
sangat bijak dalam menyikapi
masalah. Tapi kini, ia bahkan tidak
mengenal lagi sosok yang tengah
tidur didepannya.
Saat bangun Mama nabilah
tidak menemukan sosok anaknya
didalam rumah, Papanya pun sudah
mencari ke pusara sahabat anaknya
tapi tidak juga ketemu, disekolah
pun tidak ada, Nabilah tidak pernah
menghilang.
“kemana kamu nak?” tanya
mamanya sambil terus menangis,
didalam mobil Mama nabilah terus
gelisah.
“tenang ma, Nabilah pasti tidak
apa-apa” ucap Papa nabilah
berusaha menenangkan istrinya ,
Mama nabilah tampak pucat
tubuhnya lemas memikirkan
anaknya melakukan hal yang tidak-
tidak. Segala tempat yang dulu
Nabilah dan sahabatnya datangi
sudah didatangi oleh orang tua
nabilah tapi anaknya toh tidak juga
ketemu, hingga jam 14:15 siang,
orangtua Nabilah kembali melewati
sekolah anaknya, menunggu kalau
saja Nabilah tiba-tiba keluar dari
sekolah , entah apa yang membuat
Papa nabilah yakin kalau anaknya
akan berada disekolah atau sekitar
sekolah, ia merasakan anaknya tidak
jauh. Sudah banyak anak yang
keluar dari gerbang sekolah tapi
Nabilah tidak juga muncul.
“NABILAAAH” teriak Mama nabilah
kemudian keluar dari mobil berlari
mengejar anaknya yang ternyata
terlihat sedang berjalan di jalan raya
saat lampu hijau. Mama dan
Papanya histeris melihat
pemandangan mobil yang melaju
dengan cepat kearah Nabilah.
*PPPIIIIIPPPPP*
“Nabilaaaah !!!!!”
teriak Mama dan Papanya masih
berlari berusaha menarik anaknya
yang begitu jauh dari jangkauan
mereka , teman-teman dan murid
dari sekolah Nabilah seketika
berhenti melihat sosok yang mereka
kenal.
“GILAAA. Kamu mau mati yah?
Kalau mau mati jangan disini” maki
pengemudi yang hampir saja
menabrak Nabilah tapi untung saja
pengemudi tadi sempat me nge-rem
mobilnya, dalam sepersekian detik
Nabilah sudah ditarik menepi
menjauh dari jalan raya.
“apa-apaan kamu !” maki sang
Papa panik, tapi Nabilah hanya diam
terpaku, tak lama kemudian Mama
nabilah yang sedari tadi diam sambil
memeluk Nabilah kini jatuh pingsan.
“maaa….” panggil Nabilah,
Nabilah dan Papanya segera
membawa sang Mama kerumah
sakit. Nabilah menangis disamping
tempat tidur mamanya. ia menyadari
kebodohannya selama ini,
menyalahkan diri sendiri,
menyangkal bahwa tidak ada yang
namanya takdir kehidupan,
tenggelam dalam kesedihan sendiri
dan melupakan bahwa ada yang
terpukul melihat kondisinya seperti
sekarang yaitu kedua orang tuanya,
ia bahkan melupakan bahwa ia
masih memiliki tempat bertopang , ia
terlalu lama mengabaikan ke-
khawatiran orang tuanya hanya
karena merasa dirinya bersalah atas
kematian Rena. Toh kematian
sahabatnya itu karena takdir dan itu
semua bukan karena ia, jika memang
karena ia, harusnya tadi ia juga
sudah meninggal, tapi ajalnya belum
saatnya maka mobil itu pun tidak
menabraknya,
mungkin bisa saja waktu itu Rena
juga selamat sama seperti hari ini
ia selamat, tapi ajal sahabatnya
memang sudah tiba. Nabilah berpikir
seharusnya ia tidak seperti sekarang
mencoba bermain dengan nyawanya,
menangis, histeris, melamun, semua
itu tidak ada gunanya, sahabatnya
tidak akan kembali , malah orangtua
nabilah jatuh sakit memikirkan
Nabilah , ia lalu sadar bahwa
seharusnya yang ia bisa lakukan
sekarang adalah dengan mengirim
doa untuk sahabatnya.
Nabilah melihat mamanya telah
membuka mata, langsung saja ia
berlari memanggil suster dan
Papanya, setelah memeriksa dan
dokter mengatakan mamanya akan
kembali pulih total esok hari,
seketika hati Nabilah menjadi lega.
“maafin Nabilah ma” ucap tulus
Nabilah sambil memeluk mamanya.
“kamu tidak apa-apa nak?” tanya
Mama nabilah yang hanya dibalas
anggukan.
“kamu jangan begini terus, kamu
masih punya kami , Mama dan Papa
juga merasa kehilangan, dua kali
melebihi rasa kehilangan yang kamu
rasakan. Kehilangan sahabat kamu
yang kami sudah anggap anak, dan
kehilangan anak sendiri . Mama
hampir melupakan sosok anak
Mama yang dulu, karena sekarang
sosoknya tak lebih dari seorang
pemurung. Bahkan Mama dan Papa
tidak mampu menjadi penopang bagi
anak sendiri. Kamu tau betapa
sedihnya Mama melihat kamu?”
jelas sang Mama sambil memegang
tangan anaknya.
“jika kamu tersesat maka
jadikanlah kami sebagai kompas mu,
jika kamu terjatuh jadikanlah kami
sebagai tempat mu berpijak, jika
kamu bersedih jadikan kami sapu
tangan mu nak. Kamu tidak sendiri,
kamu masih punya Mama dan Papa
yang menyayangimu,
memperdulikanmu, bahkan jika
kamu melupakan kami , kami akan
terus mengingat mu” sambung sang
Papa sambil merangkul pundak
anaknya.
“makasih ma, pa . Nabilah minta
maaf. Nabilah akan belajar dari
semua ini” ucap Nabilah sambil
memeluk kembali mamanya
kemudian memeluk Papanya.
Dua hari setelah sang Mama keluar
dari rumah sakit, Nabilah kembali
masuk sekolah dan mengejar
ketertinggalannya, sepulang sekolah
hari ini ia berkunjung ke pusara
sahabatnya
“hey Rena. Kamu jangan marah
kalau sekarang aku sering
tersenyum. Bukan karena aku telah
melupakan mu. Aku minta maaf ,
mungkin sekarang aku masih sedih
tapi aku tidak lagi meratapi
kepergian mu Rena. Aku minta maaf
juga karena selama ini tidak sempat
mengirimkanmu doa. Kamu akan
terus menjadi sahabatku semarah
apapun aku padamu, kamu tau itu
kan?” Nabilah menundukan kepala
sejenak kemudian mengirimkan doa
untuk sahabatnya, lalu tersenyum
berjalan meninggalkan pusara
sahabatnya.
Sebelum masuk mobil dimana Mama
dan Papanya sudah menunggu,
Nabilah merasakan angin yang
begitu sejuk tengah menerpa
pipinya , Nabilah menutup mata
sejenak merasakan belaian lembut
tangan sahabatnya dan berkata
dalam hati
“terimakasih”
..
"oh ia... aku uda maafin kamu soal
Handphone aku kok.. hehe"
ucap Nabilah sekali lagi setelah itu
naik kemobil dan kembali kerumah
dan menjalani kehidupan normalnya
kembali.
-tamat-

0 komentar:

Posting Komentar